Kamis, 28 Mei 2009

Menanti Keadilan Media Massa

Kebebasan pers menjelang pelaksanaan Pemilu 2009 terusik. Kalangan pers yang selama ini menikmati kebebasan ”tanpa batas” merasa terancam, menyusul diterbitkannya UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, khususnya yang mengatur masalah keterlibatan media massa dalam pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Mereka kawatir ketentuan dalam undang-undang tersebut digunakan penguasa ( pemerintah ) sebagai senjata untuk mengintervensi kegiatan jurnalistik. Bahkan dijadikan alasan sepihak untuk melakukan pembredelan.

Ketentuan yang mengusik kebebasan pers tersebut tertuang dalam Pasal 97 : Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan kampanye bagi peserta Pemilu. Untuk menjamin ditaatinya ketentuan tersebut disertakan ketentuan sanksi bagi media yang melakukan pelanggaran sebagaimana tercantum pada Pasal 99 huruf e. pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye Pemilu untuk waktu tertentu; atau f. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.

Sekilas ketentuan ini memang merupakan suatu upaya dari negara ( baca pemerintah ) untuk melakukan intervensi terhadap aktivitas jurnalistik. Namun intervensi yang dilakukan pemerintah kali ini bukan ditujukan untuk membukam pers atau membatasi aktivitas pers dalam penyelenggaraan Pemilu. Sebab dalam kenetuan itu tidak terdapat kalimat yang dapat diartikan membatasi ruang pers . Sebaliknya ketentuan itu hendak menempatkan intitusi pers sebagaimana kodrat pers yang harus jujur, adil berimbang, dan tidak berpihak pada siapapun. Kalimat ” memberikan halaman dan waktu yang adil dan seimbang” adalah bukti keinginan pemerintah agar pers melaksanakan tugasnya sesuai koridor yang berlaku sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 6 huruf e, Pers nasional dalam menjalankan peranannya memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Jadi tidak tepat kalau ketentuan tersebut dianggap sebagai ancaman.

Keadilan Pelayanan

Merujuk pada arah perjuangan pers nasional, maka ketentuan-ketentuan tentang perilaku pers dalam kesertaannya pada pemilu 2009 adalah tantangan. Pers nasional harus dapat menjawab tantangan itu dengan kinerja yang profesional yang dilandasi semangat memperjuangan keadilan dan kebenaran. Keadilan hanya akan terwujut manakala pers dalam menjalankan tugasnya benar-benar memperlakukan nara sumber ( baca Parpol) secara adil. Artinya dalam pemberitaan, wawancara maupun bentuk pemberitaan lainnya, harus melaksanakan dengan prinsip sama rata yang dilandasi pengabdian, bukan besar kecilnya bayaran.

Keadilan dalam pelayanan terimplementasi dalam bentuk pemberitaan, kesempatan menggunakan pers atas dasar kesepakatan dan ruang yang sama bagi seluruh peserta Pemilu. Jika partai A mendapat porsi pemberitaan setengah halaman maka partai B juga harus mendapat porsi yang sama. Jika partai X dapat menggunakan pers memasang iklan dengan imbalan tertentu maka partai Z juga harus mendapat kesempatan yang sama. Pelayanan seperti inilah yang dituntut undang-undang. Dengan alasan apapun pers tidak boleh berlaku tidak adil. Ini perlu digaris bawahi, sebab untuk mengukur adil tidaknya intitusi pers sangatlah mudah. Intensitas pemberitaan partai tertentu dan kolom yang diberikan dapat deijadikan ukuran adil tidaknya pelayanan pers pada Parpol. Persoalannnya, pers dalam menjalankan tugasnya dibatasi kolom atau keterbatasan halaman. Bagaimana dengan partai yang tidak punya uang untuk bayar iklan. Disinilah sebenarnya makna yang tersirat dari ketentuan undang-undang tentang asas keadilan dalam pemberitaan, wawancara dan pemasangan iklan tadi, yakni kerelaan berkorban dari intitusi pers untuk kepentingan pelaksanaan pemilu. Untuk itu para pemilik modal dituntut berlaku bijak dalam mempengaruhi kebijakan redaksional. Secara sederhana kebijakan redaksional tersebut harus mampu menjawab tuntutan undang-undang.

Institusi pers yang selama ini mengembangkan praktik jurnalistik independen, netral dan tidak berpihak pada siapapun tidak perlu kawatir dengan kehadiran pasal yang mengancam pencabutan ijin tersebut. Sebab pasal itu akan gugur dengan sendirinya dan tidak mempunyai kekuatan apapun sepanjang intitusi pers menjalankan prinsiup keseimbangannya. Persoalannya menjadi lain apabila dalam praktiknya hanya mengejar kepentingan keuntungan.

Tentu, karena sasarannya keadilan dan pemerataan, maka para pemilik modal diharapkan mau dan rela mengesampingkan kepentingan mencari keuntungan. Ini artinya intitusi pers harus merelakan kolom yang menghasilkan uang untuk kepentingan partai politik yang tidak punya uang. Partai-partai politik baru yang permodalannya cekak perlu diberi kesempatan yang sama walaupun dia tidak mampu membayar harga kolom yang tersedia. Inilah sebenarnya yang diharapkan undang-undang, yakni keadilan dalam pelayanan pada para peserta Pemilu.

Pers Partisan

Kebebasan pers yang ditandai dengan berbagai kemudahan dalam mendirikan perusahaan pers, telah melahirkan beragam pers. Bermacam corak dan karakter media cetak dengan mudah dapat kita jumpai di pasaran. Dari pers yang serius menggarap permasalahan sosial sampai pers yang menggarap masalah seks dan perdukunan. Pers –pers tersebut dengan gayanya dan kakhasannya menawarkan ragam informasi bagi masyarakat yang membutuhkannya. Di antara ragam pers yang berkembang di tanah air itu terdapat satu jenis pers yang bersifat khusus. Di kalangan jurnalis pers khusus ini disebut sebagai pers partisan. Disebut demikian karena isi dan corak pemberitaannya berbeda dengan institusi pers pada umumnya. Kehadiran institusi ini bukan ditujukan untuk menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial dan opini publik. Pers partisan didirikan untuk kepentingan kelompok, organisasi, dan partai politik. Pelakasanaan fungsi pers ditujukan sebesar-besarnya untuk kepentingan kelompok, golongan atau partai politik. Pada praktiknya pers partisan sengaja diterbitkan untuk kepentingan counter attack, promosi dan untuk membangun citra.

Mendirikan pers partisan tidaklah salah, karena memang undang-undang menjamin kebebasan pada masyarakat untuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan selera dan kepentingannya. Pers seperti boleh mengembangkan kegiatan jurnalistiknya sesuai tujuan yang ditetapkan sepanjang tidak bertrentangan dengan peraturan yang berlaku. Namun secara substansi pers partisan tidak sesuai dengan nafas keindependenan pers.

Pers partisan inilah yang menjadi sasaran pasal-pasal dalam undang-undang Pemilu. Pers ini perlu mendapat perhatian khusus dari dewan Pers. Karena praktik yang dilakukan cenderung monopolitik dan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Di kalangan masyarakat pers semacam ini memang kurang populer. Meski begitu dia tetap merupakan intitusi yang memiliki kekuatan dahsyat untuk mempengaruhi perilaku masyarakat. Dalam kasus Pemilu yang akan datang, pengawasan terhadap pers partisan yang termanifestasi dalam perundang-undangan dirasa sangat tepat. Batasan – batasan dan kewajiban yang ditetapkan terasa makin relavan. Ini semua perlu dilakukan agar masyarakat tidak teracuni oleh pemberitaan pers partisan yang notabenenya hanya menguntung satu parpol.

Ragil Adi Pramono


Rabu, 27 Mei 2009

Berburu Keris Anti Api

Keris : Setro Banyu
Mampu Memadamkan Kebakaran

banyak keris saksi hasil karya empu kenamaan yang tersebar di jagat dwipayana ( P . Jawa). Keris keris pusaka tersebut tidak diketahui di mana rimbanya. Tetapi sebagian orang terutama yang mencintai dunia supranatural meyakini keris tersebut masih ada dan dipegang oleh orang-orang yang sakti manderaguna.